Page Two : The Problem and Solution

Derit sepatu Shinobi Neji tetaplah terdengar tajam di telinga Sasuke. wajah Uchihanya tidak berpaling dari batu nisan namun suaranya lekas terdengar,
"Kau tidak perlu menunggu hingga selesai," Neji yang bersandar di balik batang tubuh pepohonan, sontak kaget, kemudian dengan langkah yang santai ia berjalan mendekati Sasuke, dan berdiri menatap monumen pahlawan disampingnya persis,
"Kau menyadariku eh?" pemuda berambut cokelat kayu itu berlutut, memberikan setangkai Lily di atas batu. Sasuke hanya mendengus malas. Angin sepoi senantiasa menguraikan rambut hitamnya menjadi acak-acakkan, "Kau kembali Sasuke," ujar Neji pelan. Ia bangkit dari duduknya, berdiri tegak menyamai tinggi sang Uchiha, "Kau tahu apa resikomu setelah ini?" tanyanya, menoleh pada wajah Sasuke yang saat itu sedang menerawang sesuatu.
"Hm.. aku tahu," bocah Uchiha itu menoleh pada Neji, "Aku sudah tahu hukuman apa yang akan kuterima nanti.. saat ini, posisiku sebagai Anbu hanyalah sementara," ia menyingkirkan rambutnya yang terbang menutupi wajah. Neji menatapnya nanar, tiba-tiba,
"Kau… belum bilang, pada teman-temanmu?" Sasuke menggeleng. Wajahnya terpaku kaku menghadap Neji.
"Tidak.. kurasa, aku takkan bilang,"
"Oh.." Neji hanya bergumam pelan. Ia berjalan memunggungi Sasuke, "Kau tahu? Seharusnya kau bilang pada mereka kalau tetua Konoha menghukum mati dirimu," ada detak yang tidak nyaman di dalam diri Sasuke. namun, ia berusaha menyembunyikan segalanya dari balik wajah itu.
"Mereka akan tahu nanti," Sasuke berdesis pelan. Neji hanya bisa meliriknya sepintas untuk yang terakhir kali, dari balik punggung berseragam Jounin tersebut.
"Hm," ia hanya bergumam, "Terserah kau saja," kemudian pergi meninggalkan Sasuke lebih dulu. Neji melanjutkan do'anya untuk Hizashi di rumah tua Hyuuga. Ia tidak mau mengganggu acara Sasuke jauh lebih lama.
Gerbang depan Konoha mendapati beberapa tamu kehormatan. Salah satunya Hachibi yang berkunjung untuk menjenguk keadaan Naruto saat itu. Genma, selaku penjaga gerbang memerintahkan Shizune untuk memberitahukan kepada Hokage baru mereka bahwa ada orang-orang dari Kumogakure yang ingin mengadakan rapat dadakan dan membuat sebuah surat perjanjian persahabatan antar desa.
Omoi dan sahabatnya, diutus sebagai wakil dari Raikage desa Kumogakure. Mereka dituntun oleh genma menuju gedung Hokage, Sementara Hachibi, izin berkeliling untuk mencari bocah rubah yang jujur saja membuatnya kangen setelah dua minggu lebih tidak nyanyi rap bersamanya.
"Menurutmu Naruto tinggal dimana? Hey ho! Ayo coba kita tebak!" Hachibi gambling di tengah jalanan, sembari pasang mata dan memerhatikan keadaan sekitar. Banyak orang-orang Konoha yang bekerja membangun kembali bangunan di desa mereka bahkan, ketua Anbu Ne Yamato saja ikut memasok balok-balok kayu untuk di rekonstruksi ulang dalam pembuatan rumah-rumah.
Pik pik
Telinga Killer bee a.k.a Hachibi menangkap sebuah suara nyaring di dalam sebuah kedai dango. Ia masuk melalui pintu yang hanya beralaskan selembar kain, kemudian mendapati pemandangan yang sudah di prediksi sebelumnya.
"Ah, Naruto! yo!" ia memberi salam andalannya kepada bocah pirang itu. sementara Naruto sendiri terlihat kagum mendapati Killer bee berada di Konoha saat ini.
"Bee-sama! Yo!" ia mengikuti gaya Killer bee dengan spontannya. Sakura dan Sai malu mendadak saat orang-orang di kedai Dango memerhatikan mereka, "Sedang apa kau di Konoha? Berjalan-jalan?" tanya Naruto antusias. Sakura baru saja membayarkan beberapa lembar ryo-nya kepada pemilik kedai dan berniat untuk mengajak Sai kabur sebelum orang-orang sadar bahwa Naruto adalah rekannya.
"Tidak tidak, negaraku ingin menjalin relasi dengan Negaramu.. itu sebabnya aku ada di sini.. Omoi sedang rapat bersama dengan Rokudaime Konoha. Karena bosan, akhirnya kuputuskan untuk menemuimu, hey bocah," Naruto tersentak kaget saat mendengar Bee mengatakan 'Rokudaime'. Sambil berjalan keluar dari kedai, Naruto masih menatap orang berkulit hitam besar itu tanpa berkedip,
"R-Rokudaime? Memangnya sudah ada Hokage baru yang menggantikan Tsunade baa-san? Kok.. a-aku tidak tahu?" bocah itu kebingungan sendiri. Ia tidak sadar, bahwa Sakura dan Sai sudah pergi meninggalkannya untuk mengurusi urusan lain dan membiarkan Naruto dititipkan kepada Bee. Hachibi tertawa lepas,
"Bhahaha! Bodoh! Konoha ini negaramu, kenapa aku yang lebih tahu? Ataukah hei, sakit mu parah sekali sampai-sampai rumah sakit mengisolasimu di sebuah ruangan bak penjara dalam jangka waktu yang sangat lama?" Bee berkelakar. Naruto memonyongkan bibirnya tanda tidak suka,
"Hei, aku serius! Siapa Rokudaime Konoha sekarang?" tanya Naruto penasaran. Bee memerhatikan kilatan mata bocah itu dan terbaca semangat didalamnya.
"Kau sungguh mau tau? Bisakah kau tebak siapa itu?" Naruto bergeming. Wajahnya terlihat berpikir. Killer Bee bersenandung pelan selama perjalanan sementara Naruto berkutat di dalam otaknya,
"Mungkinkah… ah, tidak. Katakan Siapa itu, hei master!" Naruto menghormat di depan Bee dengan harap pria berbadan kekar itu mau memberikannya bocoran. Bee nyengir lebar.
"Dia orang yang nyaris saja menggeser posisi Tsunade-san saat Sannin perempuan Konoha itu koma,"
"Hah? Danzo maksudmu?" wajah Killer Bee mengkerut mendapati jawaban asbak Naruto.
"Bodoh! Orang itu sudah mati! Tidak bisakah kau jawab yang masih bernapas?" ia membentuk 'thumb down' di depan wajah Naruto dan kembali nge-rap dengan hebohnya.
"Aa.. sebenarnya aku kepikiran satu orang. Mungkinkah dia…" Naruto memperagakan sebuah penutup masker di depan mulutnya. Killer bee mengangguk,
"Ya benar, anaknya Sakumo Hatake," iris kebiruan Naruto membulat lebar. kali ini ia harus menghajar guru Kakashi karena sudah mendahuluinya sebagai Hokage.
.
.
oOoFujioOo
.
.
Langit sore tak terasa telah muncul di permukaan. Kali ini Ibiki dan Izumo lah, yang menjaga pintu perbatasan Konoha. Lagi, untuk yang kedua kalinya, tamu kehormatan kedua bagi mereka muncul, mendekati pintu besar berlambangkan 'api'. Dari ikat kepala dan seragam berbalut-balut yang mereka kenakan, bisa di pastikan bahwa mereka adalah orang-orang dari Negara Suna. Bahkan Kazekage mereka, Gaara, spesial mendatangi Konohagakure, tidak seperti Raikage yang masih ada urusan terhadap Negaranya sehingga hanya bisa mengutus orang-orangnya untuk pergi ke Konoha.
"Selamat sore," Baki, selaku pengawal Kazekage, sekaligus guru pembimbing Gaara dan Temari saat Ujian Chunnin lalu menyapa Ibiki yang saat itu melompat turun dari tempat mengintainya dan menemui mereka.
"Ah, selamat sore," ia memberi hormat pada Kazekage kemudian, namun Gaara tidak ingin berbasa-basi lebih lama.
"Kami datang kemari karena ingin membuat relasi dengan Negara Konoha dan.." kalimatnya menggantung sebentar, "Menghadiri pengadilan besar pada hari esok," Ibiki mengangguk fasih. Dipanggilnya Izumo yang sedari tadi memantau dari atas pepohonan dan memintanya untuk mengantarkan Gaara beserta Baki dan Temari untuk menemui Hokage baru mereka.
"Kalau begitu, silahkan lewat sini," tukas Izumo formal. Gaara berjalan lebih dahulu, mengikuti ninja Konoha itu dari belakang. Samar-samar ia melihat sekelompok ninja bergerak cepat melewatinya. Salah satu diantara mereka tangannya diikat dan seragamnya begitu tidak asing di mata Gaara. Dalam batin, ia bertanya-tanya.
'Mungkinkah..?'
.
.
oOoFujioOo
.
.
Neji baru saja menyentuh bibir pintu gerbang rumahnya, namun paman Hiashi sudah menunggunya, berdiri di depan dengan wajah yang serius dan cukup tegas.
"H-Hiashi-sama?" ungkap Neji, cukup kaget. yukata berwarna hijau kusam menyelimuti tubuh besar Hiashi. Serta-merta, pria tua itu meminta anaknya untuk mengikutinya menuju taman belakang rumah Hyuuga.
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu," Hiashi menepuk sebuah tempat di sampingnya. Tanpa banyak tanya, Neji duduk dengan tenang dan memandang mata pamannya dengan heran,
"Apa?"
"Klan Hyuuga akan di satukan…" Neji sedikit bingung dengan perkataan pamannya, "Sudah kuputuskan akan menghilangkan Souke-Bunke dan membuat generasi Hyuuga baru, yang mana Souke-Bunke saat ini akan kucampur menjadi satu,"
"Maksud paman?" Neji menyimaknya dengan seksama. Tiba-tiba saja Hiashi-sama menepuk bahu keponakannya itu dengan halus,
"Aku membutuhkanmu.. sebagai penerus Klan Hyuuga," jantung Neji berdegup keras, "Aku sadar, dalam klan kita ini, aku tidak punya Penerus laki-laki," Neji masih bergeming, mendapati dirinya tertiban rejeki runtuh.
"J-Jadi?" ia bertanya hati-hati. Hiashi mengangguk saat mendapati wajah keponakannya yang terlihat bingung.
"Kau akan kujodohkan dengan salah satu dari anakku," Hiashi menggosok tenguknya, tidak biasa, "Yah.. kalau tidak dengan Hinata, dengan Hanabi," tambahnya menjelaskan, "Kau bisa pikirkan, siapa yang ingin kau sunting. Tapi aku tidak mau mendengar jawaban 'tidak' darimu. Itu saja yang ingin kuberitahu," paman Hiashi pergi meninggalkan Neji yang masih duduk bersimpuh, di balkon tradisional keluarga Hyuuga. Pemuda itu merasakan batin yang berkecamuk, campur aduk antara senang, gugup atau takut. ia tidak yakin jika harus memilih Hinata sebagai calon istrinya.
Karena Hinata, menyukai Naruto.
Dan keyakinan itu sudah mutlak, tidak dapat diubah. Neji tidak mau merusak kebahagiaan Hinata. Namun, jika Neji harus memilih Hanabi, ia tidak yakin apakah dirinya mampu mencintai gadis yang berusia enam tahun lebih muda darinya itu. ia sungguh tidak yakin.
"Apa yang harus kulakukan..?" dalam heningnya malam, pemuda itu hanya bisa bertopang dagu, menghadap langit yang menjadi satu-satunya penenang jiwa kali ini.
Pagi di Konoha kembali datang. Sinar mentari yang silau masuk melalui celah jendela, menyinari ranjang Naruto menjadi hangat. Bocah berambut pirang itu menggeliat malas di kasurnya. Matanya sempat mengintip pada weker kecil di meja kamarnya dan menemukan waktu pukul tujuh pagi terpampang di sana. Naruto kembali menarik selimut dan berniat untuk tidur lebih lama lagi. Mumpung hari libur, pikirnya.
Namun suara gaduh di depan pintu kamarnya tiba-tiba saja membuat bocah itu terbangun kaget, apalagi saat diketahui pintu kamar tersebut di jebol dengan tidak manusiawi oleh Sakura.
"NARUTO! gawat!" ia menarik Naruto dan menyeretnya keluar tanpa sempat menjelaskan apa-apa. bocah bermata biru itu mengikuti langkah Sakura yang sebenarnya sudah berlari, sambil bertanya heran,
"Kita mau kemana?" langkah kaki Sakura berhenti. Begitupun juga Naruto, yang berada di belakangnya persis. Punggung Sakura terlihat bergetar hebat. Gadis itu ketakutan.
"S-Sasuke dihukum mati Naruto.." mata Naruto membulat lebar. jantungnya berdetak sakit, tidak karuan,
"A-apa..?" Naruto berjalan pelan mendekati Sakura. Bola matanya memancarkan rasa tidak percaya. Atau bisa dibilang, berusaha untuk tidak memercayainya.
"T-Tidak ada waktu untuk menjelaskan! Pokoknya kita harus pergi ke gedung pertemuan sekarang juga," pandangan Sakura terlihat tegas. Naruto tidak bisa mengatakan bahwa gadis di depannya saat itu sedang bercanda.
"Baiklah,"
mereka berdua kembali berlari. Berharap masih ada waktu untuk mengadu terhadap apa yang di timpakan oleh Sasuke saat ini. Kenapa semuanya begitu tiba-tiba? Tidak ada yang mengerti. Bola mata Sakura berkaca-kaca, dengan hanya mengingat bahwa Sasuke akan mati sebentar lagi. Ini diluar prediksinya. Mereka pikir, orang-orang sudah memaafkan Sasuke. namun nasip telah berkata lain.
Ruangan besar itu telah di padati oleh berbagai Ninja dari banyak Negara. Naruto tercengang, melihat adanya sebuah mimbar besar, dimana Sasuke berdiri disana, dikawal dengana dua orang berseragam hitam legam. Sasuke tidak terlihat melawan, kelihatan bahwa bocah itu sudah merasa pasrah dengan nasibnya. Mata Naruto kembali dikejutkan dengan keberadaan Gaara dan Raikage yang dikenalnya, beserta Kakashi yang duduk di meja hakim, sebagai pengadil hukuman Sasuke. kenapa Sasuke tidak melawan? Kenapa Sasuke tidak lari? Kenapa dia hanya berdiri diam di atas mimbar sementara banyak orang yang berteriak-teriak memintanya untuk cepat musnah.
"SASUKE!" Naruto berlari mendekati kursi hadirin yang paling depan. Ia hendak melompat dan memasuki daerah mimbar namun, beberapa ninja mencegahnya, "Apa-apaan ini! Kenapa aku tidak tahu sama sekali soal hukuman mati Sasuke!" Sakura hanya menutupi wajahnya yang basah dengan kedua tangan. Ia berdiri cukup jauh, di kursi bagian paling belakang.
"Apakah ada yang ingin mengajukan pembelaan?" tunjuk sang hakim kepada para Kage yang duduk di depan. Naruto menelan ludah, ia menatap guru Kakashi tanpa berpaling saat pria itu hendak berbicara,
"Tidak ada," pandangan Naruto sejenak menjadi gelap, hampa. Ia tidak percaya bahwa guru Kakashi tega membiarkan Sasuke dihukum seberat itu, "Ia sudah membunuh banyak orang, menjadi buronan, membantu Madara mencari Bijuu dan bahkan membentuk kelompok untuk menyerang Konoha sebagai dasar balas dendam,"
"Siapa lagi yang ingin berbic–"
"APA-APAAN KAU GURU KAKASHII!" suara Naruto yang menjerit membuat beberapa kepala mengedarkan pandangan kearahnya, begitupun dengan Kakashi. Pria dibalik masker itu tersenyum kemudian.
"Tapi.." ia belum menyelesaikan kalimatnya, "Tidak ada salahnya jika aku, sebagai mantan Gurunya membela sedikit," napas Naruto terengah-engah. Guru Kakashi, berbicara dengan tenang dari atas meja hakimnya, "Yang pertama, Karena dia sudah membagi kekuatan matanya padaku saat kondisi kritis. Karenanya, sekarang aku bisa duduk di sini sebagai Hokage. Mungkin akan terdengar egois, tapi, aku ingin Sasuke terbebas dari tuntutannya," meja Raikage bergetar hebat karena dipukul,
"Apa-apaan kau Kakashi-san! Tidak bisa seenaknya mencabut tuntutan sembarangan!" tuan Raikage ngamuk. Lantas, Gaara ikut berdiri, mencampuri urusan kali ini,
"Aku juga ingin mengajukan pembelaan," pandangan Naruto perlahan mengendur. Kepalan tangannya terlepas, "Aku tahu, Sasuke sudah menjadi buronan tingkat S selama ini. Namun, apakah kalian tidak berpikir, untuk memberinya sedikit kesempatan untuk hidup? Maksudku, dia Uchiha terakhir di bumi ini. Selama Konoha kekurangan ninja untuk menjalankan misi, Sasuke ada sebagai ketua Anbu cadangan dan membantu sedikit Negaraku dalam hal perbaikan. Aku tidak bisa menjelaskan semuanya. Yang pasti, aku ada disini untuk membelanya. Karena aku kira, Sasuke yang ada di sini bukanlah buronan yang bekerjasama dengan Madara beberapa minggu yang lalu," Gaara kembali duduk di posisinya. Wajah Raikage semakin geram,
"Dua orang saja tidak akan cukup untuk membuat Sasuke bebas!" kali ini Killer Bee yang berdiri. Raikage kaget, setengah mati.
"Aku juga ingin membela bocah sombong itu," tunjuk Bee santai.
"Bahkan kau juga..?" tidak disangka, orang dari Negaranya sendiri bahkan mau membela Sasuke,
"Sebenarnya aku tidak menyukai orang itu. sungguh. Tapi eh, aku hanya ingin pertemuan ini cepat selesai dan terdakwa bebas dari tuntutannya. Itu saja, " Bee menoleh pada Naruto. matanya mengedip sebelah, memberikan tanda 'semua akan baik-baik saja'. Napas Naruto perlahan menjadi stabil.
"Jadi.. bagaimana?" sang Hakim terlihat berpikir saat Kakashi kembali mempertanyakan nyawa muridnya. Beliau kemudian berbisik kepada para tetua dan mengadakan rapat kilat untuk menentukan hukuman Sasuke. para hadirin yang datang diminta untuk meninggalkan ruang pertemuan saat itu juga. Dalam kegelisahan, mondar-mandir Naruto berjalan di depan pintu tanpa bersuara sedikitpun.
Dan hasilnya,
"Guru Kakashi!" bocah itu menyambut girang saat melihat gurunya yang berambut perak keluar dari ruangan dengan wajah santai, "Bagaimana? Bagaimana?" Sakura menujamnya dengan pertanyaan yang mendesak. Pria itu mengacungkan jempolnya, meniru gaya Guy,
"Hukuman Sasuke, dicabut," ada perasaan yang lega di dalam lubuk Naruto, maupun Sakura. Keduanya menghela napas bersamaan, "Namun, sebagai gantinya Sasuke akan menerima hukuman kurung selama 5 tahun," ucapan guru Kakashi yang kalem membuat bocah berambut pirang itu memperlihatkan ekspresi was-was,
"A-Apa?"
"Lima tahun di kurangi empat tahun sebelas bulan,"
"HAH?" Sakura melongo bodoh, "Cuman sebulan? Sebentar banget.." ungkapnya tidak percaya. Guru Kakashi tertawa renyah, "Oh ayolah guru… jangan bergurau!"
"Aku tidak bergurau," guru Kakashi menggosok tengkuknya, "Sebulan di penjara khusus. Asalkan, Sasuke mau membocorkan segala rahasia tentang Madara dan yang lainnya. Kalau dia menurut dan memberikan banyak informasi, orang-orang Konoha akan membebaskannya lebih cepat,"
Pintu gedung pertemuan Konoha terbuka lebar. dan munculah segerombolan ninja yang mengawal Sasuke disana. Bocah Uchiha itu hanya menatap Naruto dan kelompok masa lalunya dengan pandangannya yang bersahaja. Sasuke, berubah. Jauh.. entah, sejak peperangannya yang melawan Itachi lalu, tiba-tiba saja perilakunya berubah drastis.
"Hei bodohh! Cepat kembalii!" dari kejauhan, Naruto meneriakinya. Sasuke cuman mendengus saat itu. lengkung bibirnya perlahan membentuk senyuman tipis.
'Dasar..' sepertinya ia sudah tidak sabar menunggu waktu bebas itu tiba.
.
.
oOoFujioOo
.
.
Gadis itu menapakkan kakinya di depan pintu gerbang rumah keluarga Hyuuga. Hinata terlihat lebih baik sekarang. Teman-temannya, banyak yang menemaninya di hari pertama Hinata keluar setelah tiga minggu lebih ia berbaring lemas di futon-nya.
"Terimakasih.. teman-teman," senyuman gadis itu mengembang. Namun sempat luntur saat menemukan wajah Naruto diantara kumpulan sahabatnya. Bocah berambut kuning itu berdiri kaku, menatap Hinata dengan pandangan yang tidak enak. Dengan memaksakan dirinya, Naruto nekat menarik tangan gadis itu dan meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan sang Hyuuga. Yang lain mengangguk maklum. Begitupun dengan Kiba yang tadi terlihat antusias ingin mengajak Hinata mengelilingi Konoha dengan Akamaru, kini niat tersebut harus di urungkan olehnya.
"Oh baiklah," dan akhirnya, Naruto beserta Hinata pergi menjauhi kumpulan.
Mereka berdua berhenti di sebuah tempat. Sekelilingnya terasa sepi dan sejuk. Naruto membawanya ke sebuah taman bermain Konoha, tempatnya menghabiskan waktu bermain ayunan sendirian. Atau tempatnya kabur, ketika teman-teman sekelasnya berhasil lulus dari akademi sementara Naruto tidak. Kaki Hinata gemetaran kala itu. pandangannya tak pernah mengadah, selalu menunduk, menghadap tanah. Tangannya terasa gatal jika Hinata tidak memainkan sesuatu. lantas, akhirnya gadis itu menggunakan ujung jaketnya sebagai pelampiasan rasa gugup.
"A-Ada apa.. Naruto-kun?" bola mata safir itu menembus kelereng perak milik Hinata. Gadis itu semakin gugup. Dicobanya untuk mengalihkan perhatian dengan menduduki bangku ayunan taman.
"Terimakasih, Hinata.." Naruto mengusap tengkuknya pelan, "Aku tersanjung, atas pernyataanmu dahulu. Sungguh," wajah Hinata memerah, bak tomat ranum. Getar di bibirnya semakin jelas.
"P-Pernyataan?"
"Ya.." Naruto berjalan selangkah, kemudian duduk pada ayunan disebelah Hinata, "Aku tak menyangka, akan ada seseorang yang bisa menyukaiku…"
"K-Karena menurutku. Na-Naruto-kun memang keren.." Hinata keceplosan. Gadis itu langsung memalingkan wajahnya yang semakin merah padam
"Benarkah? Sakura tak pernah mengatakan itu padaku. setidaknya, sejelas yang kau katakan," Hinata menoleh pelan lagi. Hanya suara gumaman saja yang keluar dari bibirnya,
"Uh, Oh.."
"Tapi, aku minta maaf.." Naruto menundukkan wajahnya saat itu juga, "Aku tak bisa menerimamu lebih selain menjadi sahabatku, Hinata," mata safir itu menatapnya lekat, mencoba untuk bersikap secara jantan, "Maafkan aku," mendung, kelabu. Itulah yang terpancar pada ekspresi wajah Hinata. Gadis itu mengangguk maklum. Bagaimanapun juga, Sakura tidak akan pernah bisa dilampaui olehnya.
"B-Baiklah… M-Maafkan aku," Hinata membungkuk sembilan puluh derajat di depan Naruto. namun bocah itu justru mengangkat wajah sang Hyuuga. Gadis itu menangis disana. Tertangkap, bola matanya mengeluarkan air mata.
"Maafkan aku," Naruto memeluknya sejenak. Gadis itu terbelalak kaget. tubuh Naruto terasa hangat dan nyaman, "Maaf," Naruto terlihat sangat bersalah. Hinata menjadi tidak enak karenanya. Gadis itu melepaskan pelukannya, kemudian menggeleng cepat.
"Um.. tidak. Naruto-kun tidak bersalah. J-jangan meminta maaf s-seperti itu," ia menyeka air matanya, "T-terimakasih sudah mau mendengarkanku N-Naruto," gadis itu melambai kemudian, "S-Selamat malam," Hinata melesat kencang, melalui bayang-bayang kegelapan. Naruto tahu, gadis itu sengaja pergi cepat-cepat, agar bisa menangis sepuasnya.
"Maaf.. Hinata,"
.
.
oOoFujioOo
.
.
Tubuh mungil itu menabrak seseorang, "M-Maaf!" Hinata sempat membungkuk sebelum akhirnya mengetahui bahwa orang yang ditabraknya barusan adalah, Sasuke, "S-Sasuke-kun? Bagaimana bisa?" tanya Hinata tidak percaya. Seminggu yang lalu, kakaknya Neji memberitahu bahwa Sasuke resmi menjadi tahanan khusus Konoha. Namun, tubuh tinggi dengan kulit seputih susu itu entah mengapa berada di depan matanya persis.
Tanpa perlu Sasuke menjawab, tiba-tiba saja Ketua Anbu Yamato, Genma dan Yugao muncul secara spontan di depan Hinata, "selamat malam," sapa Yugao ramah. Hinata menelusur seluruh pakaian mereka. Setelah diteliti, Sasuke juga menggunakan seragam Anbu, sama dengan yang lainnya, "Maaf sudah mengusikmu malam-malam," tambah ketua Yamato. Ia melihat bengkak mata Hinata. Terlihat sembab, dan kasat serta pipi yang memerah, sontak saja Yamato langsung menoleh pada Sasuke.
"Bukan aku," melihat tatapan Yamato yang horor, bocah Uchiha itu tahu akan maksudnya. Begitupun dengan Hinata yang baru saja menyadari setelah Sasuke berujar demikian,
"E-Eto.. Aku tidak apa-apa.. I-Ini bukan karena S-Sasuke-kun," Hinata terlihat salah tingkah. Sekuat tenaga ia menahan agar air matanya tidak tumpah lagi.
"Kau tidak apa-apa.. Hinata?" tanya Yamato cemas. Wajah gadis di depannya terlihat pucat dan begitu kusam. Hinata menggeleng pelan. Seketika munculah sebuah teriakan nyaring yang begitu familiar di telinga Hinata. Suara itu memanggil nama Sasuke, dengan kerasnya.
"Oi! Sasukee! Yamato-san!"
Hinata berdiri mematung. Dicobanya menoleh kearah sumber suara, namun wajah itu tak sanggup menatap pemuda berambut pirang enerjik yang tiba-tiba saja datang dan menghampiri mereka. Akhirnya, Hinata memutuskan untuk pergi lebih dahulu, Sebelum Naruto berjalan semakin mendekat dan berbasa-basi dengan kelompok Yamato,
"A-Aku permisi.. selamat malam," dan Naruto kembali meneriakkan kalimat yang sama dengan Hinata saat gadis itu menemukan Sasuke berkeliaran di luar, bukannya mendekam di sebuah sel tahanan,
"Whoaa! Kenapa kau ada disini? Bagaimana bisa?" Sasuke hanya mendengus malas. Yamato menjelaskan semuanya, bahwa untuk yang kesekian kalinya, jasa Sasuke diperlukan dalam menjalankan sebuah misi rahasia. Naruto hanya manggut-manggut tidak jelas. Suasana yang semakin malam itu membuat Yamato akhirnya membubarkan pertemuan singkat mereka,
"Ehm.." dan Sasuke kembali di giring pada sel tahanannya. Masih banyak pertanyaan yang belum dilontarkan oleh Ibiki untuknya.
.
.
oOoFujioOo
.
.
Neji baru saja menjalani sebuah misi bersama dengan guru Guy, Tenten, dan pengganti kekosongan Lee, Sai. Pemuda berambut cokelat itu melepaskan jaket Jouninnya dan bersandar nyaman di balkon Halaman rumah. Namun niat kecil tersebut harus pupus mana kala Hinata terlihat menangis di tempat itu. Hanabi dan Hiashi, pamannya, masih belum pulang dari urusan mereka. Lantas, dengan hati-hati pemuda itu duduk disamping sepupunya.
"Hinata?" ia tidak menggunakan embel-embel sama lagi, karena gadis itu sendiri yang memintanya, "Kau.. tidak apa-apa?" telapak tangan Neji yang besar menyentuh bahunya. Hinata terperanjat. Airmatanya tidak bisa berhenti. Gadis itu merasa malu sekali dengan penampilannya yang urakan karena menangis.
"Nii-san?" Hinata menoleh sejenak. tangannya menyeka airmata yang tumpah. Suaranya berhenti sesenggukan, "Aku ditolak Naruto…" ia berdesis pelan. Merasa bahwa sepertinya takdir tidak membiarkan Hinata menggapai impiannya sejak ia duduk di bangku akademi bahkan, hingga sekarang. Tanpa perlu merespon, pemuda itu mengalihkan pembicaraannya,
"Lihatlah.. langit malam kali ini begitu indah," Neji mengadah, membuat gadis itu turut mengadah, "Entah berapa milyar bintang yang tersebar disana. Tapi semuanya sungguh cantik," Hinata mengangguk pelan dalam bisu. Lantas pemuda itu mengusap kepala sepupunya seperti seorang keluarga. Hinata terkesiap dengan tindakan Neji yang seumur hidup baru kali ini dilakukannya, "Kalau ada satu bintang yang redup, maka, yang lainnya akan tumbuh menggantikan kekosongan tersebut," Neji tersenyum pelan. Hinata tak elak mengalihkan pandangannya dari pemuda itu. untuk pertama kalinya, Hinata merasa berani menatap seseorang hingga sedalam laut.
"Kakak tahu? Tadi aku bertemu dengan Sasuke Uchiha dijalan. sepertinya ia baru saja menjalankan sebuah misi bersama dengan ketua Yamato. Menurutmu, apakah Konoha dan negara lainnya sudah mulai menerima Sasuke dengan tangan terbuka?" gadis kecil yang sudah beranjak remaja itu kembali menatap bintang. Neji merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Cowok itu kembali menatap langit laksana lapangan hitam bertabur mutiara,
"Mungkin saja. Kalau mereka tidak memercayai Sasuke, kenapa harus meminta orang itu untuk membantu mereka dalam sebuah misi?" Neji menoleh padanya sesaat.
"Kakak.. benar," Hinata bergumam sendiri.
setelah itu, keadaan dirumah keluarga Hyuuga menjadi hening dan sunyi. Hanya suara alam dan angin sepoi, yang mengisi kedamaian disana. Entah berapa lama Hinata duduk di samping sepupunya, setelah sekian lama. Namun, saat Hiashi dan Hanabi pulang, pemuda tinggi berambut cokelat itu beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya untuk tidur. hanya Hinata saja yang menyambut ayah dan adik kandungnya itu.
.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Gaara di episode Chapter 261

Perbedaan Shunshin no jutsu dan Jikukan ninjutsu

Jenis-Jenis Jutsu